Pendahuluan
Pernikahan merupakan
suatu hal yang perlu untuk diperhatikan. Dalam pernikahan banyak terdapat
gangguan atau problem-problem dalam sebuah pernikahan yang dapat memberikan
efek dalam semua segi kehidupan lainnya, baik dalam kesehatan badan, pekerjaan,
sekolah, pergaulan dan lainnya. Terlebih lagi dalam kehidupan kerohanian
keluarga tersebut terganggu. Kegagalan dalam pernikahan menjadi sebab utama
dalam keseluruhan segi kehidupan lainnya.
Pernikahan kembali merupakan suatu
topik pembahasan yang banyak diperbincangkan di zaman sekarang ini, bahkan
dalam setiap denominasi gereja sekarang ini mereka memiliki pandangan sendiri
disebabkan terjadinya pernikahan kembali yang merupakan realitas dari kehidupan
yang saat ini dialami oleh banyak orang Kristen. Dengan demikian mereka perlu
untuk memiliki pegangan secara Alkitabiah.
Pernikahan adalah sebuah komitmen
yang kekal antara seorang laki-laki dan perempaun yang melibatkan hak-hak
seksual secara timbal balik. Dalam pernikahan antara seorang pria dan wanita yang
Alkitabiah dilihat secara bilogis. Dimana sejak awal bahwa Allah menciptakan
laki-laki dan perempuan (kej.1:7) yang memerintahkan mereka untuk beranak cucu
dan bertambah banyak (ay.28). hal tersebut dapat terjadi apabila adanya
kesatuan antara pria dan wanita.
Kemudian keduanya itu akan menjadi satu daging, seorang pria akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya (ay.24). penggunaan suamid dan istri dalam konteks Ayah dadn ibu menajdi jelas bahwa haltersebut menunjukkan seorang pria dan wanita secara biologis. Hal tersebut menegaskan bahwa pernikahan itu adalah seorang pri dan wanita. Dengan demikian apa yang disebut dengan pernikahan homoseksual bukanlah pernikahan alkitabiah dan dalam hal ini.
A. Pandangan Etika
terhadap pernikahan
Perkawinan bukan
merupakan suatu seremonial saja yang hanya padaa saat senang-senang saja, namun
juga apabila terjadi ketidak cocokkan lagi atau terdapat masalah maka dengan
mudah akan mengatakan untuk bercerai. Perkawinan adalah suatu panggilan suci
yang sebagaimana dikatakan pada setiap manusia memiliki panggilan untuk menikah
dalam hidupnya. (Mathila AMW Birowo.
2016:179)
Dalam Matius 19:9, menyatakan bahwa
ada yang menyetujui perceraian namun ada juga yang tidak setuju dengan adanya
pernikahan kembali, ada yang setuju dengan kedua hal itu dan ada juga yang
tidak setuju dengan kedua hal tersebut.
B. Pandangan berbagai
agama
Keluarga menggambarkan sebuah tokoh dalam agama di
Dunia dengan memberikan ingatan kembali bahwa pernikahan dalam ajran katolik
seorang pria dan wanita yang sudah menjalani sebuah pernikahan tidak dapat
diceraikan kembali.
Pemahaman mengenai keluarga dari pandangan umat
Kristen sesuai atau sama dengan apa yang di jabarkan oleh ajran katolik. Tuhan
menghendaki sebuah pernikahan itu menajdi sebuah persekutuan yang hidup, yang
dapat diartikan sebagai pernikahan yang tidak dapat digunakan untuk dapat
mencari sebuah keperntingan dari hidup pribadi.
Menurut pandangan umat Budha perkawinan adlah sebuah
ikatan yang lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai pasangan
suami istri yang bertujuan untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan
dapat mengikuti ajaran sang Budha mengenai praktik dari kehidupan yang benar. (Mathilda. 2014;187)
C. Pandangan bapak-bapak
gereja terhadap perceraian dan pernikahan kembali
1. Kaisar
Yustinus 1 (527-565), ia sebagai seorang ahli hukum Kristen, meneguhkan
kebiasaan yang tercantum dalam hukum Romawi mengizinkan adanaya perceraian dan
pernikahan kembali dalam kasus perzinahan. Dengan adanya peraturan tersebut,
memberikan pengaruh yangcukup kuat bagi jemaat di Gereja Timur.
2. Konsili-konsili gereja dan Paus secara tegas tidak memperbolehkan adanya perceraian dan pernikahan kembali. Tetapi ada dua Konsili lokal yang bernama Veberie (755) dan Compiegne (757) yang berada di Prancis. Mereka berdua mengizinkan hal itu terjadi. Akan tetapi terdapat banyak kesulitan yang terjadi pada saat mereka mau melakukan ajaran tersebut di Inggris dan Prancis. Karena di Prancis, gereja tidak mengajarkan untuk melakukan perceraian dan hal-hal seperti itu ditolak oleh Synode yang ada di Paris (829) zman Ludovicus I. (Purwa Hadiwardoyo.2007:37). Martin Luther tidak memperbolehkan adanya perceraian, ia membolehkan perceraian apabila terdapat ayat Alkitab yang dapat menjadi dasar yang kuat untuk membenarkan dan memberikan ijin adanya perceraian dan pernikahan kembali dan sudah dinyatakan sah dihadapan hukum. John Feinberg menyatakan bahwa tidak ada yang namanya perceraian dan pernikahan kembali. Craig S. Keener menyatakan pendapatnya yaitu bahwa apabila dalam sebuah pernikahan itu terdapat adanya perzinahan, perpisahan, kekerasaan fisik dan berbagai macam bentuk moralitas yang berat, maka dibolehkan untuk cerai dan dapat menikah kembali.
D. Padangan Alkitab
Istri adalah seorang penolong yang sepadan bagi suaminya, istri bukanlah semata-mata dijadikan sebagai budak laki-laki melainkan sebagai penolong yang sepadan yang dipilih oleh Allah secara langsung. Contohnya seperti Adam dan Hawa yang dibawa sendiri oleh Allah, bukan mereka atau orang tua yang membawa melainkan Allah. Jodoh yang ibawah oleh Allah itu adalah pilihan Allah yang tepat atau yang sesuai dengan kehendak Allah. mencari jodoh seperti yang dicari oleh Tuhan tidak segampang membalikkan telapak tangan tetapi memiliki proses pergumulan yang sangat panjang. Untuk mengerti kehendak Tuhan dalam jodoh itu sangatlah penting, untuk dapat mengetahui siapakah jodoh yang disediakan Tuhan pastinya melalui proses perkenalan terlebih dahulu yaitu meengenal sifat-sifat dari keseluruhan prbadinya setelah itu kita perlu untuk mendoakannya.
Kesimpulan
Dalam pernikahan yang
seiman dan tidak seiman tetaplah membangun hubungan rumah tangga yang baik
karena orang yang beriman tidak dapat menceraikan pasangannya (suami maupun
istri). Perpisahan bukaanlah jalan keluar yang baik dalam sebuah hubungan
pernikahan, perpisahan bukanlah keharusan untuk dilakukan ketika rumah tangga
itu mengalami konflik.
Terkadang oleh karena tidak
memperoleh keturunan dari hasil pernikahan pertama, maka suami atau istri
mengalami kekecewaan dan mencari pasangan yang lain lagi, sehingga
mengakibatkan perceraian atau perpecahan terjadi dalam hubungan rumah tangga
yang telah dibangun beberapa Tahun.
Sebagai seorang gembala dalam
menghalangi perpisahan disebuah rumah tangga yang akan berpisah, maka seorang
gembala haruslah mengadakan konseling kepada mereka dengan cara memberikan
nasihat-nasihat kepada mereka seperti yang tertulis dalam (Mat. 18:15-20). Agar
mereka dapat menyadarinya. Namun ketika
mereka tetap berkeras untuk bercerai maka mereka janganlah melibatkan gereja
atau gembala di dalam semuanya itu.
0 Komentar